menghujat ulama wahabi
Kami tidaklah menuduh, mencela ataupun menghujat ulama mereka.
Kami hanya sekedar menyampaikan dan mengingatkan apa yang disampaikan oleh ulama-ulama terdahulu
Khawarij adalah sebutan untuk sekte atau firqoh atau orang-orang yang
mengikuti pemahaman seorang ulama yang telah keluar (kharaja) dari
pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham).
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, Al-Imam Ahmad bin Muhammad
al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan
pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai
berikut:
هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ
يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ
بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ
اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ
لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ
إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang
mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka
menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang
terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz
yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka
akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang
pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah
Radd al-Muhtar sebagai berikut:
“مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ
مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا
وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ
خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ
وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ
اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ
خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ
أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ
وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ
ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد
المحتار، ٤/٢٦٢).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin
Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada
masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan
berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab
Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin,
sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang
musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan
para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak
negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233
H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4,
hal. 262)
Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam
Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya
al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi
Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ
فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ
وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ
الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ )
وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الصَّوْلَةِ
الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا
بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ
مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي
السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ
قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).
“Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul
Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan
bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya
dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul
Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan
tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang
mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada
orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu
membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang
akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena
pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang
menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih
al-Hanabilah, hal. 275).
No comments:
Post a Comment