Mereka yang berakhlak buruk adalah
Mereka yang berakhlak buruk adalah mereka yang salah memahami Al Qur'an dan Hadits.
Mereka yang berakhlak buruk adalah pembuktian mereka telah gagal
beragama karena tujuan beragama adalah untuk menjadi manusia yang
berakhlakul karimah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS
Al-Ahzab:21)
Imam Sayyidina Ali ra berpesan, “Allah subhanahu
wa ta’ala telah menjadikan akhlak mulia sebagai perantara antara Dia dan
hambaNya. Oleh karena itu,berpeganglah pada akhlak, yang langsung
menghubungkan anda kepada Allah”
Akhlak buruk adalah mereka yang memperturutkan hawa nafsu
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26)
“Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh
tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56)
Akhlak
yang baik adalah mereka yang takut kepada Allah karena mereka selalu
yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang
Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat
sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya ,
menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar
hingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang baik,
muslim yang sholeh atau muslim yang ihsan
Lalu dia bertanya
lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka
sesungguhnya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala
yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim
yang ihsan atau muslim yang sholeh adalah muslim yang dekat dengan
Allah atau muslim yang meraih maqom disisiNya yakni muslim yang telah
dikaruniakan ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla sehingga selalu berada
dalam kebenaran, selalu berada pada jalan yang lurus.
Firman Allah ta’ala
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya
tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan
mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah
mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan
sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan
barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS
An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang
mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom disisiNya
dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang
membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau
muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana
yang diuraikan dalam tulisan pada kitab orang yang sholeh.
Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala
dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini
kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi
mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati,
yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga
seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat
ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)
Jika belum dapat bermakrifat yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Rasulullah bersabda yang artinya “jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah
mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia
berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman
paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu
menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu
Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR
Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau
melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya
telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia
menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan
hati yang penuh Iman.”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya
Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat
dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam
kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti
kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau
tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau
akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah
yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, “mereka yang sadar diri
senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu
jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri
mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh
sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa
selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak
ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar
sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah
segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain
Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam
menjalani ujian di RumahNya”
No comments:
Post a Comment