D
Dianungrahkan
sebuah kesempatan untuk menikmati hidup dengan indah meskipun tak ada
yang sempurna dan terus berjuang mencapai kesuksesan ditengah kerikil
kecil mengacaukan mimpi,, hidup cuma sekali, manfaatkan sebaik -
baiknya, lihatlah masa lalu, lupakan masa lalu yang kan membuatmu
terpuruk... keep Fighting GirL,,, ^_^
_____________
Jika kau nada lembut, jangan datang padanya
Gemuruh topannya adalah musik yang ditiup seruling penanya
Ia celupkan pisau bedah ke lubuk hati Barat
Tangannya berlumuran darah setelah membersihkan darah salib Kristus
Pada pembangunan Ka’bah, ia mendirikan rumah berhala sendiri
Hatinya adalah seorang mukmin, namun otaknya kafir
Pergilah dan bakar dirimu di api unggun raja Namrudz ini
Agar taman bunga Ibrahim berbunga dari api azar
________________
Apa saja yang kau lakukan jadikan tujuanmu
Agar setiap saat kau dekat dengan-Nya. Maka: siapapun yang menghunus
pedang tidak demi Tuhan
Pedang itu akan menusuk ke dadanya sendiri
Wahai kau pencari ilmu
Kusampaikan bagimu pesan : “Jika ilmu sebatas kulit, dia jadi ular
Jika ilmu meresap sampai ke hati, dia jadi sahabat.”
Jangan kau jual agama demi sepotong roti
Bagi kau yang tergila mencari barang murahan
Tak kau sadar kegelapan matamu
Carilah inti kehidupan dari mata pedang sendiri
Peliharalah kemurnian Islam
Tapi jangan kau cari nyala cinta dari ilmu yang lain
Jangan reguk fitrah hakiki dari piala sang kafir
Jangan salah ukur kau pada lagu orang lain
Wahai, yang mengemis seiris kerak dari meja orang lain
Apakah akan kau cari bagianmu di warung orang lain?
Kita yang menjaga benteng Islam
Akan jadi kafir sebab mengabaikan panggilan Islam
Yaa Allah mungkin selama ini sifatku di mataMu salah, mungkin tutur
kataku di mataMu keliru…
Yaa Allah ada cela dimana aku pernah mengecewakanMu, ada noda dimana aku
pernah melupakanMu…
Yaa Allah jiwaku yang kering saat ini, aku mohon padaMu….siramlah aku
dengan kalamMu
Yaa Allah saat kau ketuk langkahku hingga aku terjatuh, Engkau cepat
menjamahku hingga luka terantuk batu tidak terjadi
Yaa Allah saat Engkau hempaskan aku ke samuderamu, Engkau cepat
menarikku hingga aku kembali ke pangkuanMu
Yaa Allah separuh nafas hidup ini kuhabiskan dalam kobar kemaksiatan dan
sejengkal langkah ini kuhabiskan dalam lingkaran kesenangan
Yaa Allah jangan kau campakkan aku di saat aku membutuhkanMu, tegurlah
aku sehalus mungkin jika aku salah melangkah
Yaa Allah mudahkanlah aku saat menghadapi pintu sakaratul mautMu
Yaa Allah jadikanlah kain kafan ini kelak menjadi selimut yang hangat
dalam dinginnya gelap kuburMu
Yaa Allah bangunkanlah aku dari tidurku dengan sangsakala agar aku
bersujud di sajadahMu
Yaa Allah mudahkanlah langkahku saat menapaki shiratMu
Yaa Allah buatlah alur yang mudah untuk aku menuju firdausMu
Yaa Allah ampuni dosa dosaku yang nyata maupun yang kasat mata
Yaa Allah ampuni dosa ibuku dan ayahku
Yaa Allah jadikanlah aku imam yang baik bagi istri dan anak – anakku
Yaa Allah berikanlah keteladanan aku di mata saudara, sahabatku sehingga
mereka menyayangiku
Yaa Allah hanya kepadaMu aku memohon dan meminta dan hanya kepadaMu aku
berserah diri
Amin Yaa Rabbal ‘alamin
------------------------------------------
Ummu ‘Umarah
Nasibah binti Ka’ab bin ‘Auf,
Shahabiyah Mujahidah
Ia keluar di tengah pasukan kaum muslimin dalam perang Uhud dan
mendapatkan ujian yang baik. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
telah bersabda tentangnya: “Sungguh kedudukan Nasibah binti Ka’ab lebih
baik dibanding kedudukan fulan dan fulan.”
Ia sebagai pahlawan perang umat Islam. Kemudian ia memalingkan wajahnya
dari mereka, ternyata pedang-pedang kaum musyrikin menimpa mereka,
memenggal leher-leher mereka dan menikam punggung-punggung mereka. Maka
mereka bercerai berai dan mudur ke belakang. Dia pun pergi ke hadapan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, ia mencabut panah dan memukul
dengan pedang. Sedangkan di sekitarnya ada para tokoh seperti Ali, Abu
Bakar, ‘Umar, Sa’ad, Thalhah, Az-Zubair, Al-‘Abbas, kedua putranya dan
suaminya. Ia tidak ingin bahaya mendekati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam, sehingga ia menjadi bentengnya. Sampai-sampai Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
Artinya: “Tidakkah Aku melihat ke kanan dan ke kiri melainkan aku
melihatnya berperang untuk membelaku.”
Dari ‘Umarah bin Ghazyah, ia mengatakan, “Ummu ‘Umarah menuturkan, “Aku
melihat orang-orang pergi dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
dan tidak tersisa kecuali sekelompok orang yang kurang dari sepuluh
orang. Aku, anakku dan suamiku berada di depan Rasulullah untuk
melindungi beliau. Sementara orang-orang melewati beliau untuk melarikan
diri, dan beliau melihatku tidak memakai perisai. Ketika beliau melihat
orang yang melarikan diri sambil membawa perisai, maka beliau
mengatakan, “Lemparkan perisaimu untuk dipakai orang yang berperang.” Ia
melemparkannya, lalu aku mengambilnya. Perisai tersebut aku pakai untuk
melindungi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Luka yang aku
dapatkan hanyalah dari orang-orang berkuda. Seandainya mereka berjalan
(tanpa tunggangan) seperti kami, niscaya kami dapat melukai mereka,
Insya Allah.
Ketika seeorang datang, lalu menebasku, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam
berteriak, “Wahai putera Ummu ‘Umarah! Ibumu! Ibumu!” Lalu puteraku
mambantuku menghadapi pria tersebut sehingga aku berhasil membunuhnya.”
Pada hari itu Ummu ‘Umarah Rodhiyallahu ‘anhuma terluka sebanyak 13
luka.
Inilah Ummu ‘Umarah, seorang mujahidah yang membela Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan hidupnya. Membela beliau karena
agama. Mencemaskan keadaan beliau adalah lebih penting baginya daripada
dirinya sendiri. Dimanakah kaum wanita sekarang jika dibandingkan dengan
wanita-wanita yang membeli akhirat dengan dunia? Mudah-mudahan kita
bisa membela Islam dengan menegakkan kalimah Allah setidaknya di dalam
rumah tangga kita, dengan mendidik anak-anak menjadi anak-anak yang
sholeh/ sholehah dan menanamkan kecintaan mereka kepada Allah dan
RosulNya Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aamiin…
------------------
Tuhanku, bereskan akidahku dari cengkeraman kerumitanku
Tuhanku, kukuhkan aku dalam menghadapi akidah sesat
Tuhanku, jangan Engkau cegah perkembangan akal dan ilmuku, hanya karena
terlalu fanatik, sentimental, dan “tercerahkan”
Tuhanku, cerdaskan fikiranku dan terangkan penglihatanku selalu, supaya
aku tidak bertindak sebelum tahu benar-salahnya sesuatu
Tuhanki, jangan Engkau jadikan kebodohanku sebagai bulan-bulanan musuh
untuk menjadi bumerang buat teman sendiri
Tuhanku, jangan Dikau jadikan “ego” yang kuhendaki seperti “ ego” yang
mereka kehendaki
Tuhanku, jangan campur-baurkan perbedaan dalam raga”keksatriaan” ,
pikiran, dan hubungan, sehingga membuatku buta akan terpisahnya satu dan
lainnya
Tuhanku, jangan Engkau jadikan aku kaki-tangan kaum lalim dengan
hasut,dengki, dan kasak-kusukku
Tuhanku, bunuhlah, atau setidaknya, cabutlah egoisme dalam diriku,
supaya aku tidak peduli dan tersiksa dengan egoisme orang lain
Tuhanku, anugerahkan padaku iman kepada “ketaatan mutlak”, sampai aku
selalu merasa berada di alam “kemaksiatan mutlak”
Tuhanku, ajarkan padaku takwa dalam bentuk jihad, sehingga aku tidak
pusing dengan padatnya kesibukan. Dan hindarkan dariku takwa dalam
bentuk “kehati-hatian”, sehingga aku menghilang dalam pengasingan
Tuhanku, jangan Engkau masukkan hamba ke dalam kekebalan orang mewah.
Melainkan karuniai aku etos yang kuat, tekad yang besar, dan kebingungan
visioner. Berikan kepada hamba-hamba-Mu yang hina, kelezatan. Tetapi
berikan padaku derita-derita yang memuliakanku
Tuhanku, jangan letakkan pikiran dan perasaanku di peringkat yang
mengikuti kelihaian-kelihaian yang rendah dan kehinaan-kehinaan yang
menyakitkan, yang datang dari orang-orang semi manusia (pseudo-human
beings). Aku utamakan diriku, wahai Tuhanku, menjadi “raksasa tertipu”,
ketimbang “ cacing penipu”
Tuhanku, bereskan aku dari empat penjara besar manusia: alam, sejarah,
masyarakat, dan ego, supaya sebagaimana Engkau, wahai Sang Pencipta,
menciptaku aku akan ciptakan diriku
Tuhanku, aku tidak mau menyesuaikan diriku pada lingkungan layaknya
binatang. Tapi, aku ingin menyesuaikan “lingkungan” dengan diriku di
mana pun
Tuhanku, nyalakan api “keraguan” yang suci dalam dadaku, agar semua
“kepastian’ yang telah ditanamkan orang lain kepadaku terbakar habis.
Namun, ketika debu-debunya telah bertebaran menghilang, tersungginglah
senyum kasih sayang di permukaan dua bibir “fajar keyakinan” yang tak
berbercak sedikitpun
Tuhanku, jangan jadikan hamba butuh akan mimikri (meniru) dan taklid,
supaya aku dapat menghancurkan matriks-matriks warisan leluhur maupun
klise-klise yng kebarat – baratan. Biarkan mereka membisu. Biarkan aku
sendiri berbicara!
Tuhanku, cabutlah sifat nerimo dan nun inggih dari bangsaku. Dan berikan
sifat-sifat itu pada hamba
Tuhanku, hancurkan akal bulus yang tidak mengarti apapun kecuali logika
manfaat dan yang menjerat kepak-kepak sayapku untuk terbang hijrah dari
modus being atau status quo ke modus becoming atau mi’raj. Ya Allah!
Hancurkanlah ia dengan berkas-berkas kobaran rindu yang menjilat-jilat
dengan cepat dalam batinku!
Tuhanku, hindarkanlah aku dari persahabatan atau permusuhan dengan
jiwa-jiwa nista dan kerdil untuk melestarikan jiwa-jiwa besar Gilgamesy
sampai Sartre, Lopi sampai ‘Ain al-Qudhat, dari Mehraweh sampai Rozas
yang berpuncak pada jiwa agung Imam Ali
Tuhanku, segala puji bagi-Mu, atas perkenan-Mu menjadikan kedunguan
sebagai musuhku. Sungguh, nikmat itu, tidak akan Kau berikan kecuali
kepada hamba-hamba-Mu yang dekat dengan-Mu
Tuhanku, jangan jadikan hamba sasaran orang-orang lalai dan lupa daratan
Tuhanku, tambahkan ikhtiar, pengetahuan, perlawanan, ketidakbutuhan,
kebingungan, kesendirian, pengorbanan, dan kelembutan rohku
Tuhanku, tolonglah hamba-Mu iniuntuk dapat membangun masyarakat atas
tiga pilar berikut; Wahyu, Al-Mizan (keseimbangan), dan Al-Hadid (besi).
Ya Allah, buatlah kalbuku terang benderang oleh kebenaran, kebajikan,
dan keindahan
Tuhanku, peringatkan daku selalu dengan ilham-Mukepada Rousseau: “jika
aku adalah musuh-Mu dan musuh akidah-Mu meskipun begitu aku mengorbankan
jiwaku untuk kebebasan-Mu dan akidah-Mu”
Tuhanku, obatilah rakyatku dari wabah “tasawuf”, agar mereka kembali
kepada kehidupan dan kenyataan. Tetapi, sembuhkan aku dari kebodohan
hidup dan penyakit “neorealitas”, agar aku dapat mencapai kesempurnaan
spiritual dan kebebasan mistis
Tuhanku, ajarkan kepada para pemikir yang menganggap ekonomi sebagai
dasar utama, bahwa ekonomi itu bukan tujuan. Dan ajarkan kepada agamawan
yang menuju “kesempurnaan”, bahwa ekonomi itu juga dasar
Tuhanku, ngiangkan di hati para cendekiawan ucapan yang pernah Kau
luncurkan dari mulut Dostoyevski: “jika Tuhan tiada, maka segala suatu
akan menjadi metafora”
Alam akan menjadi tak bermakna, hidup tak bertujuan, dan manusia bingung
tak karuan dan tak bertanggung jawab, bila tak disertai Tuhan disisinya
Tuhanku, jadikan aku tidak punya (fakir) dan tak ingin (zuhud) di
hadapan apa saja yang menghancurkan rasa malu
Tuhanku, jangan kau lemparkan aku ke dalam kebingungan antara memilih
“kebesaran”, “kedurhakaan”, “kepahitan” dan “kemewahan”, “ketenangan”,
dan “kelezatan”
Tuhanku, ilhamkan kepada mereka yang Kau cintai :”Sesungguhnya cinta
lebih mulia dari hidup.” Dan rasakan kepada mereka yang lebih kau
cintai:”bahwa sesungguhnya ekstase lebih daripada sekadar cinta!”
Tuhanku, berikan kesanggupan padaku untuk berusaha dalam kegagalan,
bersabar dalam keputusasaan, berjalan ke depan tanpa teman, jihad tanpa
senjata, amal tanpa pamrih, perjuangan dalam kesunyian, agama tanpa
kehadiran “dunia” dan “orang-orang awam”, keagungan tanpa kemasyhuran,
perkhidmatan tanpa mencari sekerat roti, iman tanpa pengaruh riya’,
kebajikan tanpa unsur kemunafikan, keberanian yang matang,
kepantangkalahan yang tidak tertipu diri, ‘isyq yang tidak maniak,
kesendirian ditengah manusia, dan cinta tanpa kenal sang kekasih
Tuhanku, jangan karuniai daku keutamaan-keutamaan yang tidak bermanfaat
bagi manusia!
Tuhanku, hindarkanlah daku dari kebodohan yang liar dan merusak dan yang
dapat menghilangkan cita rasa yang kudus, gerakan menuju ke jarak yang
terjauh, tatapan serang lapar dan kulit yang membiru akibat sabetan
rotan
Tuhanku, berikanlah para orang suci besar yang telah lama berkutat dalam
pengasingan ibadah yang suci, ilmu, dan seni, kesempatan untuk membunuh
diri mereka, agar melihat bahwa, selain mereka, ada dunia yang bermakna
dan bahwa dunia itu tidak sebesar daun bidara. Dan juga supaya mereka
mengerti bahwa kadar alam yang bermakna dan bernyawa ini tidak sebatas
atom atau sebatas apa yang di benak para orang suci yang bertopeng atau
para penipu yang sok suci. Selain itu, bebaskan mereka semua dari
pikiran sempitdan kekanak-kanakan. Berikan kesempatan itu kepada mereka,
sampai mereka benar-benar menyadari bahwa tak sedikitb pun ada
kesia-siaan atau absurditas di alam ini. Karena tak ada sekecil apa pun
kesalahan pada pena penciptaan Ilahi
Tuhanku, katakan pada Sartre: jika “dewa kebaikan” itu adalah diri kita
sendiri, maka apa makna itikad baik (le bon sens) yang dijadikannya
sebagai norma etika?
Tuhanku, katakan kepada para materialis: bahwa manusia bukan pohon yang
hidup dalam alam, sejarah, dan masyarakat tanpa kesadaran
Tuhanku, ajarkan pada rakyatku bahwa jalan menuju-Mu berpusat di bumi.
Dan berikan daku petunjuk tentang jalan paling cepat menuju-Mu
Tuhanku, kepada para agamawan, talkinkan ajaran bahwa manusia dari
tanah. Fenomena material dapat menafsirkan Tuhan sebaik tafsiran yang
berasal dari fenomena metafisik. Wujud Allah di dunia dan di akhirat itu
identik
Dan Tuhanku, talkinkan kepada mereka bahwa agama yang belum melampaui
cakar ajal, maka hidupnya takkan bermanfaat dan setelah mati pun
bernasib sama
Tuhanku, siapakah orang kafir? Siapakah orang Muslim? Siapa orang
Syi’ah? Dan siapa orang Sunni itu? Apakah kiranya batas-batas yang
membedakan mereka satu sama lainnya?
Sungguh aku menanti datangnya hari penyucian pemahaman dan pengetahuan
tentang agama di satu-satunya negeri Islam ini (Iran). Sehingga seorang
“juru bicara resmi agama” kita dapat memotret Fathimah seperti bidikan
Sulaiman Katani, seorang dokter beragama Kristen; memotret Imam Ali
seperti seorang berabama Kristen, DR. george Jordaq, memotretnya.
Menangkap Ahlulbait seperti riset si Katholik, Massignon. Mengerti Abu
Dzar seperti dalam tulisan Abdul Hamid Judah as Sahhar. Mengurai
Al-Quran seperti dalam terjemahan Blache’re, seorang pendeta resmi
gereja. Atau dapat berbicara tentang Nabi kita, Muhammad, seperti Maxim
Rodinson, seorang peneliti beragama Yahudi
Seperti juga saya berharap, suatu saat nanti, Islam dan para
pendukungnya serta para penegak Wilayah yang resmi dapat bersama-sama
menerjemahkan karya orang-orang kafir yang resmi itu
Namun bilamana yang memandang Imam Husain-sosok imam pembawa bendera
sejarah yang berwarna merah dan contoh mukjizat manusia-adalah
orang-orang licik yang ketika bau kematian tercium, seketika itu pula
memelas kepada para algojo dan meminta seteguk air, bila orang dengan
kepribadian seperti itu yang memandangnya, maka rusaklah semuanya
Bilamana orang-orang seperti mereka yang memandang Imam Ali simbol
kemuliaan, keramat, dan keluhuran, dan yang ketajaman lidahnya menyamai
pedangnya (mereka akan memandangnya) sebagai orang yang lemah, penakut,
dan maju mundur, sehingga sedikit saja rasa takut menyentuh beliau, maka
beliau pun akan membai’at orang-orang zalim dan mendekati para perampas
hak khilafah
Imam Ali adalah orang yang tak kenal takut. Dia tidak pernah ingin
mendekati orang-orang yang merampok hak khilafahnya, mengikuti mereka,
menjadi anggota Parlemen Saqifah, dan memberikan haknya kepada orang
lain yang tidak akan selayak dan sepatut dia dalam memegang tampuk
kepemimpinan. Ketika rasa takut mencekamnya, tidak lantas Imam Ali mau
mengawinkan putrinya kepada si perampas hak yang telah menyakiti
istrinya sendiri, Fathimah
Fathimah, kata rasul, adalah salah satu dari empat wanita dalam sejarah
yang paling istimewa. Dia adalah kiblat wanita sedunia. Dialah yang
kedua tangannya pernah dicium Rasuldengan penuh rasa hormat. Dia adalah
istri sekaligus sobat tercinta Ali. Fathimah juga putri semata wayang
Rasulullah.Dia juga wanita yang telah mendidik Husain dan Zainab.
Merekalah, orang-orang yang memandang Fathimah sekadar sebagai perempuan
yang sering mengutuk, putus asa, tersedu-sedu selalu oleh tangis akan
apa yang menimpa tulang punggungnya atau akan tanah yang dicuri
pemerintah, merekakah Syi’ah itu?
Apakah mereka, yang memandang Zainab hanya sekedar sebagai orang yang
antannya patah dan lesungnya hilang akibat kematian kakaknya, Husian bin
Ali, itukah orang-orang Syi’ah?
Adalah Zainab perempuan yang, ketika melihat kakaknya terbujur kaku,
malah bersegera pergi untuk mengumumkan revolusi penuh berkahnya
Dia bukan wanita yang diceraikan suaminya supaya lebih leluasa dalam
menjalankan tugasnya sebagai peniti jalan jihad, seperti kata sebagian
orang Syi’ah
Zainab, wanita yang manakala melihat seorang syahid tak dikenal, segera
dia menangis, memukul dadanya, dan berduka cita untuknya. Tetapi ketika
si Syahid itu adalah anaknya sendiri, dia tidak menangis, mengerang,
ataupun memukul dadanya. Seolah dia mengharapkan pertikaian ini hanya
menumpahkan darah keluarganya dan tidak selain mereka. Dialah perempuan
suci yang dalam perjalanan pulangnya dari Karbala, dalam keadaan
tubuhnya terikat erat oleh tali panjang, dia tetap mengumandangkan
seruan-seruan ayahnya, Ali bin Abi Thalib. Gema seruan itupun
mengguncangkan istana para pengkhianat dan bumi tempat para tiran
berjalan-jalan. Dialah macan betina yang mengungkapkan epos (cerita
kepahlawanan) dan meneteskan semangat juang kepada para pahlawan wanita
lainnya dalam iring-iringan para wanita masa depan. Dia bukan wanita
sembarang wanita yang mengeluh, menangis, dan meraung-raung karena
kematian kakaknya, Husain bin Ali
Apakah orang-orang yang memandang Zainab sekadar sekadar seperti wanita
yang kehilangan arahtujuan ketika melihat kakaknya terbujur kaku sebagai
syahid itu dapat disebut orang Syi’ah? Syi’ah Ali? Para pengikut Ahlul
bait? Satu-satunya umat yang mengikuti jalan kebenaran? Atau,
katakanlah, satu-satunya umat yang mengenal Ali dan keluarganya dengan
baik melalui sunah dan sumber hakikat? Apakah mereka orang-orangnya?
Dan Dr. Bintus Syathi; seorang penulis yang telah mendedikasikan semua
umurnya untuk menulis cerita tentang para wanita Ahlulbait dan seorang
yang mengatakan dirinya hidup dalam keluarga itu, tetap kita anggap
Sunni?
Dan Blache’re, seorang juru dakwah Kristen, yang telah meluangkan empat
puluh tahun hidupnyauntuk meneliti dan menerjemahkan AL-Quran dan pada
akhirnya kedua matanya buta karena mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an . atau
Massignon, lautan ilmu yang telah menghabiskan 27 tahun usianya untuk
menulis biografi Salman Al-Farisy. Dan lebih separo dari seluruh
hidupnya dia sempatkan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen, karya-karya
dan rujukan-rujukan baik yang berbahasa Arab, Persia, Turki, Latin, atau
bahkan yang berbahasa Mongolia untuk menulis biografi yang membicarakan
kepribadian dan pengaruh Fathimah dalam sejarah bangsa-bangsa setelah
wafat beliau
Apakah Massignon, seorang yang penuh antusiasme ketika berbicara tentang
mistisisme Islam, Fathimah, Salman ini seorang atheis?
Tuhanku, tunjukkan daku cara Engkau “melihat perkara”. Atau bagaimana
Engkau menghukumi
Apakah Syi’ah itu cinta terhadap “nama-nama”? Ataukah mengenali
teladan-teladan dan pola-pola dasar? Apakah mungkian ia adalah sebentuk
pengenalan biografis?
Tuhanku, anugerahkan padaku hidup yang ketika mati tiba di saat yang
berbuah apapun, aku tidak menyesalinya. Berikan aku hidup yang tidak
kusesali penyia-nyiaannya
Tuhanku, gariskan jalan hidupku. Agar ketika ajal tiba, aku dapat
menggariskan jalan matiku sendiri. Biarkan aku yang memilihnya, asalkan
kau meridhainya
Tuhanku, berikan aku keselamatan di tengah bencana besar penyakit
kebodohan yang terlupakan karena telah menyerang semua orang. Bahkan
setiap orang yang belum menderita pun, tampak sakit. Tuhanku, selamatkan
aku dari penyakit “menyembelih hakikat di pejagalan syari’at.”
Tuhanku, jangan jadikan imanku terhadap Islam dan cintaku kepada
Ahlulbait, seperti iman para pedagang agama yang fanatik dan reaksioner.
Supaya kebebasanku tidak tertawan oleh kerelaan “orang awam”, agamaku
terkubur di balik gengsi keagamaan dan aku menjadi peniru para peniru.
Dan pada gilirannya, aku tidak akan berbicara tentang apa yang aku
anggap benar, hanya karena orang lain menganggapnya tidak baik
Tuhanku, aku tahu bahwa Islamnya Nabi-Mu telah dimulai dengan “tidak”.
Dan aku pun tahu bahwa syiah imam pilihan-Mu, Ali bin Abi Thalib, juga
diawali dengan “tidak”!
Tuhanku, jadikan aku “kafir” terhadap “ Islam ya” dan “Syiah ya”!
Tuhanku, ingatkan daku selalu akan tanggung jawab menjadi Syi’ah. Yaitu
menjadi seperti Ali. Hidup seperti Ali. Mati seperti Ali. Menyembah
seperti Ali menyembah. Berfikir serupa dengan fikiran Ali. Berjihad
sepertinya. Beramal seperti beliau. Berbicara seperti beliau. Berdiam
diri seperti Ali. Itu semua yang sebatas kemampuanku saja. Ingatkan aku
selalu untuk mencari “ego” yang mirip Ali dalam jiwa yang
multidimensional; dewa bicara di mimbar, dewa penyembah di mihrab, dewa
pekerja di bumi, dewa kesaktian di medan laga, dewa kelembutan di
hadapan Muhammad, dewa penanggung jawab dalam masyarakat, dewa pena
dalam tulisan di Nahj al Balaghah, dewa Mukmin dalam segenap kehidupan,
dewa pengetahuan dalam Islam, dewa revolusi sepanjang sejarah, dewa
keadilan dalam pemerintahan, dan dewa kebapakan dan pendidikan di dalam
rumah tangga. Meskipun demikian, dia tetap salah seorang hamba Allah!
Tuhanku, jadikan hamba seorang Syi’i yang bertanggung jawab dan setia
terhadap ideologi, persatuan, dan keadilan yang merupakan tiga sila Imam
Ali dalam kehidupan, setia kepada kepemimpinan dan persamaan yang
merupakan agama beliau, dan setia kepada pengorbanan semua keuntungan
demi jayanya kebenaran yang telah menjadi sikap hidupnya
Tuhanku, mereka memuji dan mengagungkan Imam Ali sampai seperti Tuhan.
Tetapi, kemudian mereka meletakkannya sebagai orang yang bertentangan
dengan syari’at dan membai’at para pengkhianat karena takut. Mereka para
munafik yang bergabung dalam Wilayah penindas, lantas mengklaim
mendapat berkah dengan Wilayah Imam Ali. Sampai hari ini, mereka belum
terbebas dari kurungan mesin propaganda dinasti Umawi dan Abbasi. Mereka
mencapai revolusi, kebebasan, dan sosialisme, tetapi mereka tetap bukan
orang-orang yang paham benar akan Imam Ali, Husain, dan Abu Dzar!
Tuhanku, berkahi aku, supaya agama tak membuatku populer dan tak
menyumbangkan roti buatku
Tuhanku, kuatkan daku untuk dapat berjuang dengan popularitas dan
roti-rotiku demi agamaku di antara orang yang mencari popularitas dan
roti dari agama mereka. Jadikan aku dalam barisan orang yang memeras
dunianya demi agamanya, dan tidak menguras kas agamanya untuk menambah
tabungan bank dunianya
Tuhanku, segala puji selalu kupanjatkan untuk-Mu. Karena, semakin keras
aku melangkahkan kakiku ke depan dalam meniti jalan-Mu dan misi-Mu,
semakin banyak orang yang seharusnya berbaik kepadaku, berbalik
memusuhiku; mereka yang seharusnya menemaniku, malah menghalangi
jalanku; mereka yang semestinya mengakui kebenaranku, sekarang
mendustakanku; mereka yang seharusnya menggandeng kedua tanganku, malah
menampar mukaku; mereka yang seharusnya bersama-sama menyerbu musuh
denganku, berbalik menyerangku bersebelahan dengan para musuh; aku
melihat orang-orang yang seharusnya menangkal propaganda asing yang
beracun bersamaku dan memuji, menambah kekuatan dan motivasiku, kini
malah sama-sama mencela, memaki, membuatku putus asa, dan menuduhku yang
bukan-bukan agar aku tidak lagi berjalan menuju-Mu. Jadi, sekarang
sampai dengan seterusnya, harapan tunggalku adalah Dikau , ya Allah!
Penglihatanku yang terjauh pun hanya akan dipenuhi oleh-Mu. Dan ketika
bersama-Mu, aku tak kan menganggap selain-Mu sebagai teman. Supaya
tugasku terhadap-Mu jelas, dan tugasku terhadap diriku sendiri
terjelaskan, ya Allah!
Tuhanku, rasakan untukku manisnya ikhlas, sehingga rasa manis lainnya
yang pernah kurasakan dapat menghilang!
Ya Allah, berikan keikhlasan padaku! Keikhlasan!
Tuhanku, aku tahu agar hidup dan bercinta, keindahan dan kebajikan
menjadi mutlak, betapa seseorang dituntut untuk ikhlas! Dan akupun tahu
betapa mudah keikhlasan menjadikan keberadaan nisbi ini; onggokan hajat,
kelemahan, petaka, was-was, kebutuhan, cita-cita, kehilangan,
keriangan, dan kesedihan relatif yang telah mengepung keberadaan
manusia; bongkahan bangkai yang sewaktu-waktu dapat berubah menjadi
serigala, rubah, ulat, dan cacing ini. Di hadapan semua itu, kekuatan
keikhlasan melalui revolusi besarnya, yang dapat berupa zikir atau kasyf
yang telah meliliti manusia yang rendah hati dengan kerendahan hatinya
di hadapan Tuhannya, menjadi manusia yang bercampur dengan sifat-sifat
ketuhanan. Revolusi itu adalah bentuk penentangan dan perlawanan atas
selain Allah; penyerahan integral terhadap Allah, yang dapat mengangkat
manusia untuk memahami hakikat mutlak Cahayawi yang menyebar dalam
fitrah manusia. Kemudian dengan sikap mirip Budha yang ‘tidak butuh’ dan
‘tidak punya’, dan karenanya, ‘tidak bergantung’, dia akan menjadi
“abstrak” dan “sendirian” ( solitude). Dan dia pun akan dapat melampaui
Budha. Bilamana kedua tali ‘tidak memiliki’ dan ‘tidak menginginkan’
terus dipegang manusia, dia akan tiba-tiba menjadi wujud yang
merefleksikan keberadaan Ilahi di dalamnya, dan menggali tabiat
kemanusiaanya yang paling dalam. Saat itu, manusia akan merasa bebas,
bersih, ringan, suci, terjaga, kudus, abstrak, murni, dan kaya karena
telah mencipta dirinya dengan dirinya sendiri secara lengkap. Ketika itu
juga, dia telah mencapai puncak mi’raj dalam “kesendirian”. Maka, “ego”
yang bohong, semu, dan dusta yang selama ini menjadi kuburan bagi
bangkai “ego” penyaksi, jujur, indah, tersembunyi, dan tertutup ini,
akan putus dan hancur, bahkan sirna sama sekali
Dengan zikir, jihad besar dan ‘meninggalkan tubuh sebelum mati’, manusia
telah melalui hijrah dari status quo dirinya. Dia telah memulai hijrah
dari modus being ke modus becoming; mencapai keikhlasan, wujud sejati
pada manusia, dan kesucian mutlak! Dia menjadi termurnikan untuk-Nya dan
demi Dia saja. Betapa baiknya para etimolog dan para penafsir Al-Qur’an
Iran beberapa tahun silam telah mengartikan ikhlas dengan kesatuan,
kesendirian, ketunggalan, dan individuasi. Ya, kesendirian dan
ketunggalan
Ketika itu, hamba yang khusyuk ini menjadi citra Ilahi di Bumi, teman
tanah ini telah berteman dengan kehadiran Ilahi, ketika itu dia akan
benar-benar menyendiri dan manunggal dengan Teman Sejati dan hakikatnya;
dia akan “lebih hidup” ketimbang hidup itu sendiri, dan lebih serius,
kuat, dan kukuh ketimbang kebahagiaan itu sendiri
Semua hajat dan rasa takut, ketamakan, pembenaran dan penyalahan, bahaya
dan rasa aman, keterancaman, keuntungan dan kerugian, persahabatan dan
permusuhan, pujian dan kutukan, kegagalan dan keberhasilan, senang dan
dukanya, yang mirip dengan serigala dan serangga-serangga pemakan yang
garang, telah menjadi mainan yang paling tidak berharga baginya
Manusia ini menjadi “pulau” di lautan wujud yang tidak berhingga;
sendirian dan mandiri. Empat arah mata angin pulau ini telah dikelilingi
dan dibentengi dengan pagar beton “ego” yang solid. Gelombang ombak
takkan pernah berani mengancamnya, dan ia pun takkan pernah butuh akan
partai untuk menyelamatkan diri. Dia layaknya bunga teratai (nelumbium
nelumbo) yang tumbuh dalam lumpur dan bermekaran dalam air, tanpa
sedikitpun layu karena kekenyangan. Seperti halnya terik matanari
memekarkan dan menumbuhkembangkan bunga-bunganya, ia pun menyerap
sinarnya!
Dan sekarang, daialah seorang diri yang mampu terus hidup; hidup dengan
“gizi” akidah dan “anggur” jihad, dan mati sebagai syahid seindah dia
hidup sebagai orang bebas dan lurus
Itu semua, karena dia seorang Syi’i, bukan seorang “sufi”. Dia seorang
Muslim, bukan Buddhis. Dia tidak hanya berhenti di pendakian abstraksi,
tetapi kembali lagi meluncur ke bumi dan masyarakat untuk memikul
tanggung jawabnya yang berat. Bukankah tanggung jawab yang berat itu
yang disebut amanat?
Amanat adalah perbuatan melihat anak yatim yang dihardik, tawanan yang
disiksa, orang kelaparan yang bersabar, massa yang mengukuhkan
kezaliman, umat yang menanti penyelesaian, manusia yang dikorbankan demi
kepentingan-kepentingan tidak wajar, zaman yang menunggu datangnya sang
pahlawan, dan segala hal-ihwal yang lalu-lalang di muka bumi
Pembawa amanat adalah seorang yang mudah dipenggal, biasa disiksa, akrab
dengan nestapa, dan tidak asing dengan kematian! Dia mati tidak seperti
Al-Hallaj; mati sebagai orang suci, tetapi akibat perkara yang tak
berarti. Kematiannya, seperti Imam Ali. Kematian yang penuh ridha Allah,
karena bermanfaat bagi sekalian hamba-Nya!
Oleh sebab itu, Imam Husain, di senja hari yang berwarna merah oleh
cucuran darah sahabat-sahabatnya, pergi untuk berhias dengan kesyahidan.
Seraya terus mencium semerbak wangi bau darahnya, tiba-tiba saja
perasaan girang dan rindunya untuk menjemput kematian bergetar dengan
hebat. Para musuh yang buta pun kemudian bertanya dengan penuh
keheranan, “Wahai putra Ali bin Abi Thalib, apakah engkau seorang
mempelai pria yang akan melangsungkan pernikahanmu?” imam Husain dengan
lantang dan penuh rasa menang menjawab, “ Ya!” mereka membantu Imam
Husain dengan mempersiapkan mempelai wanita. Dan mendadak kedua mempelai
pun berjumpa. Mempelai prianya bernama Husian bin Ali, dan mempelai
wanitanya bernama kesyahidan. Maka, berlangsunglah pernikahan yang telah
dinanti-nanti si mempelai pria dengan keriangan yang tak terlukiskan
Ali pun seperti itu. Secepat kilat beliau merasakan keringanan pundaknya
yang telah lama ditunggangi beban amanat yang mampu mengguncangkan
bumi, meruntuhkan langit, dan menerbangkan gunung-gunung, dengan tikaman
pedang di bagian atas kepalanya. Di saat itu, Imam Ali seakan mendapat
berita gembira yang sejak semula beliau tunggu dengan penuh rindu
“Fuztu wa Rabbil ka’bah” (“Demi Penjaga Ka’bah, aku telah menang”)
Tuhanku, ikhlaskan daku; dalam hidup, dalam bercinta dengan kesendirian,
dan dalam kemanunggalan (tawahhud)!
Tuhanku, kau telah mengaruniai anak Adam dengan kemuliaan (karamah),
kemudian kau berikan amanat kepada mereka. Kau utus para nabi untuk
mengajarkan kitab-Mu kepada mereka, menegakkan keadilan di bumi, dan
memperjuangkan ‘izzah (kejayaan) bagi-Mu dan para nabi-Mu serta bagi
semua kaum Mukmin
Sesungguhnya, kami beriman kepada-Mu dan risalah para nabi-Mu. Kami tak
lebih dari tebusan buat para tawanan, buat kebodohan, dan buat kehinaan
Wahai Tuhan para hamba tertindas! Engkau telah merestui kaum tertindas;
para fakir miskin, para tawanan sejarah dan korban-korban kezaliman dan
keganasan sang zaman yang hidup di neraka dunia, yakni masyarakat Dunia
Ketiga, untuk mengendalikan tampuk kekuasaan dunia mereka sendiri. Kini,
saat kemenangan mereka sudah harus datang. Kini, sudah saatnya Dikau
memenuhi janji-Mu kepada mereka
Wahai Sang Simbol Kecemburuan! Di bumu-Mu ini, hanya merekalah yang kini
benar-benar menyembah-Mu!
Tuhanku, bukankah Engkau yang menyuruh semua malaikat besujud kepada
Adam. Tengoklah kini, anak-anak Adam, hendak bersembah sujud di hadapan
super-powers dunia
Tuhanku, bebaskan mereka dari berhala-berhala zaman sekarang yang mereka
sembah bersama, padahal kita sendirilah yang memahatnya. Berilah mereka
kebebasan ibadah. Yakni ibadah kepada-Mu sendiri
Ya Rabb! Mereka yang kafir atas ayat-ayat-Mu, yang membunuhi para
nabi-Mu dengan sewenang-wenang, dan yang menjegal para pejuang keadilan
dan emansipasi, masih terus berkuasa di alam
Tuhanku, Engkau telah menjanjikan azab atas mereka, maka biarlah itu
menjadi nasib mereka sekarang juga
Tuhanku, anugerahkan rasa tanggung jawab kepada alim ulama kami,
pengetahuan kepada orang-orang awam kami, pengertian kepada para fanatik
kami, dan fanatisme kepada para moderat kami
Berilah pada para gadis kami kesadaran dan pada para lelaki kami
kehormatan
Cerahkan visi (bashirah) sesepuh kami dan tumbuhkan otentisitas para
muda-mudi kami
Kukuhkan akidah para murid dan guru kami. Bangkitkan orang-orang lalai
di antara kami dan bulatkan tekad orang-orang yang telah bangkit di
antara kami
Munculkan hakikat kepada juru dakwah kami dan hadirkan “agama” kepada
para agamawan kami
Utuhkan komitmen dan tujuan para penulis kami
Biaskan “kepedihan” kepada para seniman kami dan rasa kepada para
penyair kami
Besarkan harapan mereka yang putus asa
Pulihkan kekuatan orang-orang papa kami
Berikan bantuan kepada para makzul kami dan ketegakan kepada para
pejabat kami
Lajukan gerakan mereka yang berdiam dan hidupkan “mayat-mayat” kami
Melekkan mata orang-orang buta kami dan berikan kemampuan berteriak
kepada mereka yang membisu di sekitar kami
Jelaskan Al-Qur’an kepada kaum Muslim dan datangkan Ali di hadapan
orang-orang Syi’ah
Kembangkan semangat kesyi’ahan (tasyayyu’)(baca: kesendirian[tawahhud])
kepada kelompok-kelompok lain
Percepat kesembuhan para penghasut kami dan kejujuran para penipu kami
Ajarkan sopan santun kepada para pendosa kami, kesabaran kepada mujahid
kami, dan ketajaman pandangan kepada umat kami
Tuhanku, berikan bangsa kami militansi dan kesiapan untuk sebuah “
serangan balik”, “kemenangan”, “kejayaan”!
Wahai Penjaga Ka’bah! Jangan jadijan mereka yang siang-malam menuju
rumah-Mu, hidup dan matinya berkiblat ke arahnya, dan bertawaf
mengelilingi rumah Ibrahim-Mu, sebagai pampasan kebodohan syirik dan
korban jerat-jerat tali Namrud!
Dan, engkau wahai Muhammad! Wahai Nabi kebangkitan, kebebasan, dan
kekuatan! Rumahmu dibakar dengan api dan bumimu diterjang air bah dari
arah barat. Umatmu telah lama sekali terbaring di “ranjang hitam yang
hina”
Katakan pada mereka: “Qum fa andzir!” (“Berdirilah dan berikan
peringatan!”) dan bangkitkan mereka dari tidur nyenyak berkepanjangan
ini!
Adapun engkau, wahai Ali, wahai Haidarah, wahai orang Tuhan dan
masyarakat, dan “dewa” pedang dan cinta, kami
kehilangan kecerdasan untuk memahamimu ketika pemahaman tentangmu mereka
cuci dari benak kami sekalian. Hanya saja, bagaimanapun juga, relung
batin kami tetap penuh dengan cinta yang membara kepadamu. Betapa
mungkin cinta kepadamu akan lenyap dalam keadaan melodramatis yang
membungkus masakini. Bisa-bisanya orang Yahudi yang teraniaya pergi
bersimpuh di hadapanmu di masa pemerintahanmu, namun sekarang kaum
Muslim pergi meminta bantuan kepada bangsa Yahudi. Dapatkah keduanya ini
diperbandingkan?!
Wahai si pemilik pukulan lengan bawah yang lebih berat dari timbangan
ibadah manusia dan jin, lakukan pukulan sekali lagi saat ini!
Dan kalian berdua, wahai wahai kakak laki-laki dan perempuanku (Husain
dan Zainab), wahai yang tekah mengajarkan manusia bagaimana menjadi
“manusia” dan membuat kebebasan, (bagaimana menjadikan) iman dan harapan
menjadi “iman” dan “harapan”, dan yang memberi “bangkai-bangkai
hidup”(bangkai orang yang mati syahid) menjadi tambah “hidup”!
Ya, kalian berdua telah membuat air mata bangsa ini (Iran) mengering
oleh tangisan akan tragedi yang merundung kalian hari itu (Asyura).
Tragedi yang kenangannya mencabik-cabik khayalan dan kekalutannya
membuat hati kami histeris. Berapa bangsa kami menangis sedih akan apa
yang menimpa dan sebagai tanda cinta kepada kalian. Bukankah bahasa
cinta itu air mata?
Umat yang selalu demikian kepada kalian berdua ini, sekarang tercambuk
rotan, terbantai secara massal, dan tertimpa bencana tak henti-henti.
Meskipun demikian, cinta mereka yang tertoreh di lidah bertambah dalam
dan yang tertancap di kalbu bertambah kuat. Cinta mereka kepada kalian
semakin membara. Semua cambukan para algojo yang mendarat di punggung
tau iga-iga mereka hanya melukiskan cinta dan kasih sayang mereka kepada
kalian
Wahai Zainab, wahai bahasa Ali, bertuturlah di hadapan umatmu! Wahai
dewi yang berdarah-dagingkan keberanian. Sesungguhnya wanita-wanita
bangsa kami yang mabuk kepayang, cinta kepadamu, sekarang sangat
memerlukanmu lebih daripada waktu-waktu sebelumnya
Tolong lepaskan pasungan kebodohan dan kehinaannya dari mereka semua dan
bebaskan mereka dari penjara Barat yang munafik
Wahai Zainab, hindarkan dan sabarkan mereka dari proses “pengeledaian”
dahulu dan sekarang, dan dari peninggalan-peninggalan bodoh yang
dicekokkan di pikiran mereka demi kepentingan sebagian orang. Itu semua
agar mereka dapat bangkit memporak-porandakan sarang laba-laba yang
telah lama mereka dekami, dengan jeritan-jeritan yang membahana di kota
kezaliman dan kedurjanaan, dan yang kemudian menggonjang-ganjingkan
istana-istana para tiran dan durjana. Ajarkan mereka “ketetapan” (Shamd)
di badai yang tak menentu ini. Perintahkan mereka untuk, menghancurkan
“teknologi pembuat mainan-mainan berbahaya” yang melibatkan mereka di
pasaran “hari-hari kosong” yang disodorkan kapitalisme untuk
melampiaskan syahwat-syahwat kaum borjuis yang kotor atau untuk
menjalankan “salon-salon amburadul” atau untuk menghidupi kaum hedonis
dengan kehidupan yang sia-sia, kering kerontang, dan panas membakar
Kami ingin mereka bangkit dengan kepemimpinanmu, untuk memudarkan
“ikatan tali-tali lama” dan membubarkan “pasar-pasar baru” sekaligus
Wahai bahasa Ali, wahai misa Husian, wahai pendatang dari Karbala dengan
membawa sepucuk surat para syahid kepada telinga sejarah di tengah
kebisingan koar-koar para algojo dan penghasut
Wahai Zainab, tuturkanlah pada kami, jangan bercerita tentang apa yang
terjadi pada kalian di sana; tentang sahara yang tenggelam dalam lautan
darah; dan tentang batas-batas kekejian yang mereka lampaui; atau
tentang “hadiah” Allah yang paling agung, paling mahal, dan paling
berharga yang pernah tercipta, yang Dia laksanakan penyerahanya di
tepi-tepi sungai Efrat untuk kami semua dan sebagai jawaban untuk para
malaikat mengapa dahulu mereka disuruh bersujud kepada Adam
Duhai Zainab! Ketepikan dan jangan ceritakan suasana apa yang terjadi
pada para musuh atau para sahabat pada saat itu. Ya, wahai utusan
Revolusi Husain, kami tahu bagaimana saat itu
Kami bersumpah bahwa telah kau tuntaskan misi Karbala dan para syahid!
Kami bersaksi sesungguhnya tetesan-tetesan darahmu berbicara seperti
tetesan-tetesan darah Husain berbicara!
Tetapi tuturkan, wahai kakak perempuan, tuturkan apa yang harus kami
perbuat. Pegang tangan-tangan kami dengan kelembutanmu dan tunjukkan
sesaat saja apa yang akan kami hadapi dan dengarkan
permohonan-permohonan kami nanti
Wahai kakak perempuan yang penuh kasih sayang!
Tangisi kami semua, wahai utusan Husain yang jujur! Wahai dewi pendatang
dari karbala dengan memikul tugas melayangkan surat para syahid ke
seluruh zaman. Wahai gadis manis yang menyebarkan aroma kebun kesyahidan
yang menyengat!
Sedang engkau, wahai Husain, oh… kalimat-kalimat apa yang mesti
kuujarkan?
Tolong terangkan separo malam, cegahlah gelombang ombak yang mencekam,
dan hentikan putaran gasing kehidupan yang mengancam
Wahai pelita jalan!
Wahai bahtera keselamatan!
Wahai pancaran darah yang mengalir dari gundukan pasir gurun ke seluruh
masa, ke pasir yang butuh penghijauannya, ke tempat bibit-bibit subur
mulai bermekaran, dan ke tempat segala pohon yang hidup dan muda
memerlukan siramannya
Amboi, biarkan seberkas dari “cahaya” itu menerangkan gelap gulita
tengah malam kami. Biarkan tetesan dari darah itu, menciprati darah beku
kami. Biarkan jilatan dari “api” yang menyembur-nyembur itu membakar
suasana dingin dan beku kami
Wahai dikau yang telah memilih “kematian berwarna merah” untuk
menyelamatkan para pencintamu dari “kenikmatan berwarna hitam legam” dan
untuk memberi kehidupan bagi umat, mewarnai gerak pelana sejarah, dan
menghadirkan suasana panas, hidup, cinta, dan harapan kepada tubuh mati
yang terkulai dengan setiap tetes darahmu!
Keimanan, bangsa, masa depan, dan pola dasar zaman kami benar-benar
membutuhkanmu dan darahmu!
Wahai putri Ali!
Wahai kakak perempuan!
Wahai pimpinan kafilah para sandera!
Sertakan kami bersama mereka!
No comments:
Post a Comment